(LIFE) Cerita Lain Tentang Sabar
I really eager to write this
thing here
Especially regarding some recent
events in my life
Simply as a reminder for me.
Beberapa minggu lalu aku download
video-video ceramah Ustadz Nouman Ali Khan. Beliau ustadz asal Amerika. Ceramahnya disampein
dalam Bahasa Inggris tapi dengan konten dan cara yang apik dan berisi, juga
mudah dipahami.
![]() |
kenalin... sumber: Facebook beliau |
Kemaren aku nonton episode tentang
sabar.
Tanpa dipaksa dan ikut
menit-menit yang bergerak dari pemutar video di laptopku, gak terasa air mataku
netes. Ceramahnya neduhin. Gak cuma dari intonasi suara, tapi juga konten dan
pemilihan bahasanya.
Bahasan yang
disampaikan---menurutku—bisa ngebawa aku (sebagai orang yang udah coba memahami
agama dari SMA tapi at some points masih nyari pemahaman mendalam buat semuanya) secara perlahan paham secara mendasar latar belakang dari satu perintah
Allah, yakni: sabar.
Begitulah konon denger-denger ke-khas-an ulama satu ini.
He shows his best effort to recite Qur’an.
Begitulah konon denger-denger ke-khas-an ulama satu ini.
He shows his best effort to recite Qur’an.
Sejauh yang aku pahami: Qur’an
dan hadist itu cukup kompleks. Bukan rumit ya. Asal kita belajar dari sumber
yang bener, Insya Allah hidayahnya dateng dan kita dianugerahi kemudahan
belajar hal-hal yang memudahkan kita dalam menjalani hidup. Kompleks di sini
maksudnya, pada fase tertentu kita gak bisa nemplok nerima satu ayat atau
potongan hadits aja buat diterapin dalam hidup. Ada keterkaitan antar beberapa
ayat dan hadits.
Sahdep, bahasaku~
Itulah indahnya Islam, kalo kata Gita Savitri: Islam itu gak hanya didirikan oleh aturan tapi juga kearifan.
Ditambahin temenku, Islam itu
bukan hanya tentang surga dan neraka tapi gimana menghadirkan Islam itu sendiri
dalam kerangka damai, cinta dan kasih sayang.
Diingetin temenku yang lain lagi:
hakikat ibadah itu sejatinya memohon keistiqomahan beribadah itu sendiri
Ok.
Sekian.
Sekian dulu bertele-telenya.
Beklah.
Inti-intinya aja ya...
Ceramah dibuka dengan kisah Nabi
Musa yang memimpin kaum tertindas oleh Fir’aun. Mereka adalah orang-orang tua
yang anak laki-lakinya dihabisi karena Fir’aun parno ada yang menggantikan
kekuasannya suatu hari kelak. Mereka berhasil nyebrang ke suatu daerah gurun
kering-kerontang. Duka mendalam karena kehilangan anak yang disiksa di depan
matanya, lapar, haus, kepanasan, homeless. Di tengah kesusahan itu, Nabi Musa
as ngajak duduk dan mutuskan untuk ceramah.
Stop right there.
Duuuude...di depan orang-orang berduka
dan yang kebutuhan dasarnya gak terpenuhi ini (kalo ngerujuk ke teori
kebutuhan-nya Abraham Maslow), disuguhi ceramah?
Ustadz Nouman juga nebak, Musa
bakal ceramah tentang sabar. Aku pun penasaran, kayak apa metode Nabi Musa as. Tapi
ya, dengan pernyataan Ust. Nouman tentang tebakannya itu aja aku udah merasa
seneng karena kesannya doi juga insan pembelajar, yang artinya pernah punya
penasaran yang sama dengan aku yang awam ini.
Ternyata, yang beliau sampaikan
adalah tentang bersyukur.
Yeah, grateful.
Kalimat ustadz begini:
There’s no way you have patience
in your life if you don’t be grateful
...yang di paraphrase jadi gini:
If I cannot find something to be
grateful, Patience is impossible
Yhaaa...di atas sabar ternyata
masih ada “GRATEFUL”.
Masih ada apa?
BER.SYU.KUR
Kalo gak salah inget, setelah kalimat
ini mulai aku nangis. Rasanya luruh semua dinding-dinding keresahanku belakangan
ini. Ternyata, agaknya aku kurang kali stok sabar. Kemungkinanpun aku kurang
sabar karena kurang bersyukur.
Nah.
Trus pertanyaan netizen (eh iya
gak ya?): kenapa di bagian ini nangisnya?
Haru mungkin ya.
Ada orang yang kasih nasehat
seteduh ini.
Iyalah, cemana gak teduh?
Coba ya...
Pernah gak sih kalian alami –paling
enggak sekali— seumur idup, kalo lagi kena musibah –ntah kalian, entah orang di
deket kalian—trus dinasehatin sabar...sabar. trus giliran orangnya ga nunjukkan
gelagat sabar malah dicap: “Ah, ga beriman itu” atau “Itulah kan kurang kali
pulak ibadahnya, makanya gak bisa tabah”.
Note: gelagat sabar pada umumnya:
gak nangis, lupain masalah, cepet move on
Dude, stop judging ya, pleeease.
Nah
kalo tahu ada yang nasehatin teduh begini kan enak. Membiarkan teman yang
menderita untuk menerima kehadiran emosi negatif dan membiarkan orang yang
ngalami untuk take time adalah satu hal bijak yang bisa kita berikan untuk
mereka.
Lanjut dari Ust. Nouman ya..
Doi ada bilang begini:
Problems around you are so many that
you can’t even stop listing them
It’s ok to be deeply sad about
what happened. That doesn’t mean you don’t have sabr.
That’s just mean you’re human being.
Lagi nih sebagai penutup:
Sabr is even though you are angry, sad, dissapoint, you
still don’t cross the border,
you don’t stop to be grateful. Hold something back (habsaha).
Sabr talks about controlling. It’s
not about controlling your emotion, but it’s controlling your reaction towards that
emotion.
Iya, yang nyebabkan suatu
kejadian bisa makin parah itu bukan cuma emosi (dari pengertian umum), tapi
juga reaksi kita terhadap emosi itu, nyoh~
Tapi, aku mau tambahin
dikit-dikit dari segi psikologi boleh ya?
Dikit aja, tambahan info.
Jadi sebenernya,
emosi itu kalo berdasarkan pengertian Daniel Goleman: perasaan dan pikiran yang
khas, keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk
bertindak. Emosi dasar manusia sendiri terbagi jadi: amarah, sedih, takut,
nikmat, cinta, terkejut, jengkel, malu.
So, ada emosi negatif ada juga
positif. Ada spektrumnya sendiri, tapi w males nginputnya di sini ehehe
googling aja yaaaah~
Ya intinya gitu, semoga unggahan
ini bermampaat.
See ya at next chapter!
(:
Comments
Post a Comment